"Aku butuh waktu sendiri. Aku benar-benar nggak tahu apa yang harus kita bahas."
"Tapi kamu selalu menghindariku, apa ada yang salah denganku?"
"Entahlah."
"Tapi kamu selalu menghindariku, apa ada yang salah denganku?"
"Entahlah."
Wajah letihmu yang tampak gusar membuatku bertanya-tanya. Penuh dengan rasa penasaran. Tapi seperti biasa, aku menahan segala emosi dan ego, membiarkanmu berlalu tanpa sedikit pun menoleh ke arahku.
3 hari tanpa saling memberi kabar, akhirnya aku memutuskan untuk menemuimu kembali. Menyempatkan sedikit waktu untuk bertemu kembali ditengah rutinitas yang padat, yang kita jalani di tempat berbeda. Karena ini musim panas, aku pikir pantai adalah tempat yang tepat untuk bertemu. Selain itu, sepertinya ini adalah bulan terakhir di musim panas.
3 hari tanpa saling memberi kabar, akhirnya aku memutuskan untuk menemuimu kembali. Menyempatkan sedikit waktu untuk bertemu kembali ditengah rutinitas yang padat, yang kita jalani di tempat berbeda. Karena ini musim panas, aku pikir pantai adalah tempat yang tepat untuk bertemu. Selain itu, sepertinya ini adalah bulan terakhir di musim panas.
Hari itu matahari benar-benar membakar kulitku. Menggosongkan seluruh otot yang melekat pada tulang-tulang tubuhku. Tapi menatap deburan ombak yang saling beradu menggapai pesisir pantai membuat hatiku sedikit damai. Sesekali ku lirik jam tangan, mendengus kesal karena kau tak kunjung datang.
"Kamu telat, satu jam." sapaku dengan wajah kesal sambil menyilangkan tangan didepan dadaku.
"Maaf." katamu lirih.
"Kamu kenapa sih? Makin lama aku makin nggak ngerti sama kamu."
"Aku capek, Via."
Saat itu juga aku sudah mengerti apa yang akan terjadi setelahnya. Kalimatmu sudah seringkali ku dengar. Aku menunduk dan menahan semua air mata yang sudah terkumpul di pelupuk mata.
Pertengkaran biasa yang sering terjadi menguatkan segala keyakinanku. Yakin bahwa aku bisa menjadi yang terbaik buat kamu.
"Aku sudah tidak bisa bertahan lagi dengan hubungan ini. Aku lelah. Benar-benar lelah. Sekuat hati aku mencoba untuk tetap kuat menjalaninya tapi tetap saja aku tidak bisa. Maafkan aku."
Seperti balon udara yang makin panas dan kapan pun siap terbang bebas. Semua rasa kecewa yang menumpuk seperti udara panas yang sudah memaksaku untuk terbang. Kesabaranku kini melayang dan terbang tinggi meninggalkan keyakinan yang telah lama ku jaga. Aku membiarkan keikhlasan menelusuri tiap inchi kalimatmu. Kenyataan yang terjadi setelah 2 tahun berlalu itu hanya meninggalkan sebuah kekecewaan besar yang kini mendekap erat di dasar hati. Hubungan yang ku anggap indah ternyata tidak berlaku buatmu.
"Aku mengerti. Dengan segala usaha dan kekuatanku untuk memenangkan hatimu, tetap tidak akan merubah perasaanmu dari awal. Ditambah lagi pertemuan yang sangat jarang kita lakukan karena kesibukan masing-masing ditempat yang berbeda."
"Kau tahu, hal ini tidak ada hubungannya dengan pihak diluar kita."
"Aku tahu, Rei. Aku sudah cukup tahu. Baiklah, mari kita berhenti sampai disini."
"Maafkan aku tidak bisa berjuang bersamamu lagi." Matamu berkaca-kaca seolah menahan penyesalan yang dalam.
"Satu-satunya kesalahan terbesarku adalah memintamu dan menahanmu untuk tetap kuat bersamaku tanpa pernah ingin tahu apa yang sebenarnya kau rasakan."
Setelah itu kami berdua tetap diam dan diam dan diam. Suara ombak yang melebur bersama desiran angin mengisi kekosongan kami. Pandangannya menatap luas lautan yang terhampar didepan. Sedangkan aku menatap langit biru yang membentang luas dilangit. Laut dan langit memang sama-sama berwarna biru, tapi mereka berjauhan dan tidak bisa menyatu. Musim panas yang indah.
"Kamu telat, satu jam." sapaku dengan wajah kesal sambil menyilangkan tangan didepan dadaku.
"Maaf." katamu lirih.
"Kamu kenapa sih? Makin lama aku makin nggak ngerti sama kamu."
"Aku capek, Via."
Saat itu juga aku sudah mengerti apa yang akan terjadi setelahnya. Kalimatmu sudah seringkali ku dengar. Aku menunduk dan menahan semua air mata yang sudah terkumpul di pelupuk mata.
Pertengkaran biasa yang sering terjadi menguatkan segala keyakinanku. Yakin bahwa aku bisa menjadi yang terbaik buat kamu.
"Aku sudah tidak bisa bertahan lagi dengan hubungan ini. Aku lelah. Benar-benar lelah. Sekuat hati aku mencoba untuk tetap kuat menjalaninya tapi tetap saja aku tidak bisa. Maafkan aku."
Seperti balon udara yang makin panas dan kapan pun siap terbang bebas. Semua rasa kecewa yang menumpuk seperti udara panas yang sudah memaksaku untuk terbang. Kesabaranku kini melayang dan terbang tinggi meninggalkan keyakinan yang telah lama ku jaga. Aku membiarkan keikhlasan menelusuri tiap inchi kalimatmu. Kenyataan yang terjadi setelah 2 tahun berlalu itu hanya meninggalkan sebuah kekecewaan besar yang kini mendekap erat di dasar hati. Hubungan yang ku anggap indah ternyata tidak berlaku buatmu.
"Aku mengerti. Dengan segala usaha dan kekuatanku untuk memenangkan hatimu, tetap tidak akan merubah perasaanmu dari awal. Ditambah lagi pertemuan yang sangat jarang kita lakukan karena kesibukan masing-masing ditempat yang berbeda."
"Kau tahu, hal ini tidak ada hubungannya dengan pihak diluar kita."
"Aku tahu, Rei. Aku sudah cukup tahu. Baiklah, mari kita berhenti sampai disini."
"Maafkan aku tidak bisa berjuang bersamamu lagi." Matamu berkaca-kaca seolah menahan penyesalan yang dalam.
"Satu-satunya kesalahan terbesarku adalah memintamu dan menahanmu untuk tetap kuat bersamaku tanpa pernah ingin tahu apa yang sebenarnya kau rasakan."
Setelah itu kami berdua tetap diam dan diam dan diam. Suara ombak yang melebur bersama desiran angin mengisi kekosongan kami. Pandangannya menatap luas lautan yang terhampar didepan. Sedangkan aku menatap langit biru yang membentang luas dilangit. Laut dan langit memang sama-sama berwarna biru, tapi mereka berjauhan dan tidak bisa menyatu. Musim panas yang indah.
Aku tersenyum menatapnya seraya menahan tangis, "Good bye, Summer!"
Langkah kakiku mulai bergerak menjauhinya, meninggalkan jejak-jejak kaki di hamparan pasir pantai.
Tanpa menoleh padanya, aku tersenyum dengan air mata yang kini sudah membasahi wajahku.
This is my sad summer.
Sometimes tears say all there is to say
Sometimes your first scars won't ever fade away
Tried to break my heart. Well, it's broke
Tried to hang me high. Well, I'm choked
‘The Script – The end where I begin’ ¯¯
sangat mengesankan nih critanya mbak.
BalasHapusSalam kenal ja dahh XD
wah hehehhe, salam kenal juga yah :D
Hapusoke dahhhh... XD
BalasHapus