Kamis, 15 November 2012

KAMU (part 2)

next part of KAMU (part 1)
-----------------------------
<setahun yang lalu>

Semangat matahari siang ini terlalu berlebihan. Aku yang baru saja menyelesaikan kuliahku rasanya malas untuk segera pulang. Panas yang menyengat membuat kepalaku terasa pening. Aku ingin sebentar saja menunggu agak sore. Mungkin panasnya akan berkurang jika aku menunggu sebentar lagi. Dengan langkah gontai, aku menuju kantin kampus, membeli soft drink dan membaca novel yang baru saja ku beli.
Sesekali aku perhatikan rumput yang tersebar dalam pandanganku. Ah, mengering karna teriknya matahari.

"Aria!!" tiba-tiba saja ada yang memanggil sambil berlari kecil mendekatiku. Fira. Teman sekelasku. Wajahnya terlihat panik. Sepertinya dia akan marah. Tapi apa aku berbuat kesalahan? Rasanya tidak. Ku tatap dia dengan pandangan bingung.

Dia berhenti dihadapanku lalu duduk disampingku sambil mengatur nafasnya yang tidak terkendali. Aku memalingkan wajahku penuh tanda tanya. Fira kembali menatapku tajam.

"Kamu itu bego apa goblok sih???!!" bentak Fira dengan wajah yang sangat menyebalkan.
Aku kembali mengernyitkan kedua alisku. Apa-apaan orang ini, tiba-tiba saja memarahiku tanpa sebab.

"Kenapa sih kamu? yang harusnya nanya duluan tu aku." aku semakin tak mengerti apa yang sedang dibicarakannya.

"Aria, kamu tu emang bego ya! Sekarang aku tanya, kamu masih pacaran sama Alva?"
Sontak saja aku kaget mendengar pertanyaan itu. Mataku mendelik menatapnya.

"Masih, memang kenapa?" aku menatapnya dengan tatapan kebanggaan. Sangat bangga hingga membuat seluruh jiwaku ingin berteriak.

"Tuh kan , bego! kamu tau gak sekarang dia lagi ngapain?"

"Tau dong, tadi dia sms aku katanya mau ngurusin lukisannya yang kemarin abis di presentasiin." aku menjawab dengan seluruh rasa kepercayaan yang ada.

Fira langsung memelukku erat, memelukku penuh rasa iba. Seolah aku telah dibuang. Aku hanya diam tak bergumam sedikitpun. Hatiku bertanya dengan jiwa, mengingat semua kejadian hari ini. Tapi sama sekali tak ada keganjilan yang kutemukan. Dan Fira, ada apa dengan Fira.

Aku mulai menghembuskan nafas pelan, mengatur emosiku yang hampir meledak. Kulepas pelukan Fira. Aku memegang kedua bahunya erat. Tatapanku menusuk hingga kedalam matanya, bahakan untuk melihatku saja, dia tak berani.

"Di . . . a . . . dia . . . dia mengkhianatimu." Fira mengucapkan kalimat menyakitkan itu dengan mata berkaca-kaca. Aku tertegun memandangnya. Air matanya jatuh perlahan.

"Mengkhianati? Siapa? Apa maksudmu? Aku sama sekali tidak mengerti."

"Alva pacaran sama Nilam. Anak Akuntansi. Dan Nilam adalah teman SMA ku." Pembicaraan yang mulai memancing rasa ingin tahuku membuat Fira semakin tak berani menatapku.

"Nilam? siapa itu? kenapa bisa? dengan Alva? hah, permainan macam apa ini?" aku terus mengomel hingga rasanya mataku hampir basah.

"Maaf, aku juga baru tau kejadian ini tadi malam. Nilam bercerita tentang pacar barunya. Dan ternyata itu Alva. Apa kau tahu selama beberapa bulan terakhir ini mereka sering bertemu?"
Fira mulai bertanya, namun lidahku terasa kelu, berat untuk mengucap sepatah kata.

-----

Pintu yang baru saja terbuka itu menegaskan semua kepedihan hatiku. Bagaimana tidak? Orang yang selama 2 tahun ini kau percaya dan kau jaga ternyata sedang bercumbu dengan wanita lain.
Aku menatap sepasang kekasih yang tampak kaget melihat kehadiranku ditengah kebahagiaan mereka. Ingin rasanya aku melepas semua yang aku rasakan. Bukankah lebih baik jika aku tidak punya perasaan, karena mungkin rasanya tidak akan sepedih ini.

Aku menatap Alva dan Nilam bersamaan. Ruangan yang aku masuki benar-benar pribadi. Sangat pribadi hingga membuat lututku lemas. Air mataku pun jatuh tak tertahankan. Nafasku terasa berat.
Kami berempat saling berpandangan tanpa nada. Fira yang sedari tadi mendampingiku pun hanya terdiam dibelakangku.

"Fir, biarkan aku disini sendiri. Aku mau bicara dengan mereka." entah mendapatkan kekuatan darimana, aku meminta Fira meninggalkanku.
Fira mengangguk dan memelukku kemudian pergi.

"Kalian... sejak kapan kalian seperti ini..." lidahku mengucapkan sesuatu dan membiarkan suaranya bergetar.

Mereka tetap diam. Tanpa ada gerakan sedikitpun, tanpa ada gesekan bahkan suara disana.

"Nilam, aku baru mengenalmu. Salam kenal, aku tak akan menyalahkanmu. Aku tahu ini semua salahku, tidak seharusnya kami membawamu dalam masalah ini. Maafkan aku." setitik demi setitik wajahku mulai basah dengan peluh dan air mata yang terus mengalir.

Nilam menatapku penuh pengertian, dia berdiri dari tempatnya dan mendekatiku. Seketika dia memelukku dan menangis. Apa yang bisa ku lakukan? hanya diam.

"Maaf, aku yang seharusnya minta maaf, aku sama sekali tidak tahu jika Alva adalah kekasihmu. Aku yang salah, aku yang bodoh sudah masuk kedalam kehidupan kalian. Dan aku ingin menjelaskan bahwa kami belum melakukan apapun." penjelasan yang diselingi sesenggukan terus terlontar dari bibir gadis itu, bahkan tidak cukup untuk mengurangi pedihnya hatiku.

Aku melepas pelukannya dan menatapnya penuh penyesalan.
"Kamu orang baik. Pergilah jika kau masih ingin bersamanya." sekilas ku lirik Alva yang mematung melihat kejadian ini.

"Mungkin sebaiknya aku yang memang harus pergi. Aku tahu kau bosan padaku. Aku minta maaf."
Aku ingin segera pergi dari tempat ini. Tempat yang membuatku terlihat bodoh dan menyedihkan.

"Tunggu! aku sama sekali tidak bisa bersama orang yang bahkan sebenarnya tidak mencintaiku. Aku tidak mau bersama pria seperti itu."
Nilam pun pergi meninggalkan kami berdua yang masih diam. Aku menghela nafas panjang dan memberanikan diri menyelesaikan semuanya dengan perasaan tenang.

" Kamu tau sakitnya jadi aku? Kamu pernah mikir gak gimana perasaanku?" teriakanku bergema disebuah ruangan kecil yang separuhnya digunakan sebagai tempat lukisan.

sejenak suasana menjadi hening. Alva diam sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat. Wajahnya tertunduk lemah.

"Semua yang kita jalanin selama hampir 2 tahun ini ga ada apa-apanya kalo kamu ternyata masih nyari yang lebih lagi dari apa yang aku kasih!"

Alva masih tetap diam mematung. Menunduk.

"Kenapa? kenapa diem? kamu bilang kamu sayang aku! omong kosong! bahkan kucing yang dilepas pun akan kembali ke rumah jika dia benar sayang dengan orang yang merawatnya. Kamu berulang kali bilang sayang, tapi kamu sama sekali ga pernah nganggap aku!"

"Aku ga bakal nahan kamu lagi Va, aku capek kalo harus kayak gini terus, sakit, dadaku sesak tiap kali kamu bilang sayang. Air mataku rasanya hampir kering mengingat semua kebohonganmu! Silahkan, silahkan pergi dari aku." aku menyeka air mataku dan segera meraih tas yang ku buang ke lantai.

Baru selangkah aku meninggalkan tempat itu, Alva menarik tanganku dan memelukku erat. Aku hanya diam. Cukup lama dia memelukku dan tubuhku masih tetap diam, tak melakukan gerakan apapun, hanya tetesan air mata yang terus mengalir deras.
Akhirnya kulepas pelukan Alva, kutatap lekat kedua matanya. Kami kembali diam, sangat diam. Membuka kembali gurat kisah yang pernah ada. Tapi aku lebih memilih pergi dan melepas kisah itu bersamanya.
Kulangkahkan kembali kakiku menjauhinya. Menjauhi semua kenangan yang hampir mati.


2 komentar:

Abis blogwalking? Jangan lupa ninggalin jejak disini. Mari berbagi opini dan ilmu di comment box.
Semoga bermanfaat bagi yang membaca~ Salam kenal yaa :D

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...