Ingatkah kau pada malam itu? kau menungguku didepan rumah.
Hujan, petir, guntur, dan angin yang marah tak pernah kau hiraukan.
Aku menangis mengenangnya, pengorbanan kecil yang indah.
Membuka kembali lembaran kenangan singkat yang hampir tertelan.
Kau masih berdiri tegak didepan, memandang langit hitam kelam,
menengadah pasrah pada kenyataan yang akan menyambut.
Aku diam tak bergeming menatapmu dari jendela kamar,
tersenyum diselingi ribuan tetes air yang jatuh membasahi pipi.
Tubuhmu basah kuyup karena hujan, aku ingin marah pada hujan.
Tapi entah mengapa ada sebuah perasaan yang hampir menghilang.
Kau bilang "coba keluar, lihatlah bintang favoritmu diatas sana."
"Tidak, bintangku telah lama pudar tersapu hujan." balasku setengah menangis
Kau masih tetap diam menungguku keluar,
menikmati sentuhan hujan yang mulai menyatu dengan air matamu.
"Aku masih menunggumu keluar, membawakanku sebuah jaket",
kau bilang begitu dengan nada suara memelas dan senyum pedih
Bukan Desember, itu Februari.
Bulan yang hampir saja menyatukan kita kembali.
Begitu berat aku merengkuhmu dalam masa depan.
Aku memilih melepasmu dibulan Desember.
Bulan yang juga penuh hujan, tangis, kesabaran, dan keikhlasan
Kyak nya bukan fiksi nich hihihi
BalasHapus:)
Hapus